Episode 19
Hang-ah kebingungan berdiri di tempat yang gelap itu. Seseorang menjentikkan jarinya. Kembang api serta merta memenuhi langit, lampu berwarna-warni menyala, dan air mancur di tempat itu dijalankan. Jae-ha berdiri di tengah-tengah, tersenyum memandang Hang-ah. Romantis banget^^


“Apakah ini tempat romantis yang pernah kaubicarakan?” tanya Hang-ah.
Jae-ha berkata sekarang sudah jam 11 malam. Tempat yang ia maksudkan sebelumnya telah dipenuhi banyak orang. Mereka akan segera dikenali dalam 2 detik.
“Apa yang akan kaulakukan jika Kim Bong-gu muncul?” sindir Hang-ah. “Aku ketakutan….” Hang-ah cemberut. Jae-ha tertawa geli. Ia berkata tempat itu sudah dijaga ketat jadi tak perlu khawatir.

“Bukankah aku ada di sini,” protes Jae-ha.
“Juga tidak ada cahaya matahari.”
“Ada cahaya bulan.”
“Aku benar-benar minta maaf.”
Hang-ah akhirnya tersenyum.
“Aku minta maaf karena berteriak padamu setiap hari. Aku minta maaf karena marah padamu. Kubilang aku akan memberimu kebahagiaan tapi aku membuatmu mengalami berbagai penderitaan. Aku benar-benar minta maaf. Jadi aku tak ingin kehilangan dirimu lagi. Jika aku tak memilikimu, aku tak akan bisa melakukan apapun.”
Hang-ah tak mengatakan apapun. Ia tersenyum mengerti dan memeluk Jae-ha erat-erat.

Tapi begitu ia naik ke rolloer coaster dan melihat apa yang ada dihadapannya, Hang-ah berseru kagum. Pada akhirnya Hang-ah yang berteriak-teriak ingin naik lagi sementara Jae-ha terlihat pucat :D

“Jika tali sepatumu terlepas, orang bilang ada yang sedang memikirkanmu saat ini. Menurutmu siapakah orang yang paling memikirkanmu saat ini?” tanyanya. Hang-ah tersenyum. Hehe…Jae-ha gombal juga ya^^
But Ha Ji-won is really really really a lucky woman (Jo In-sung, Kang Dong-won, Hyun Bin, and now Lee Seung-gi??? Ckckck…. )


“Apa kau benar-benar ingin pergi?” tanya Jae-ha. Ia masih keberatan dengan kepergian Hang-ah.
“Komrad Lee Jae-ha…”
“Sudah kubilang aku tidak mau jadi komradmu,” ujar Jae-ha. Tapi ia tak ingin bertengkar lagi dengan Hang-ah. Jae-ha menarik nafas panjang.
Hang-ah berkata ia akan pergi ke ICC, bukan pergi menemui Bong-gu di tempat penahanan. Jae-ha bertanya bagaimana jika Bong-gu melarikan diri.
“Aku Kim Bong-gu. Apa yang akan kaulakukan jika melihatku?” tanya Jae-ha.
Hang-ah menarik nafas panjang. Lalu ia tiba-tiba memiting lengan Jae-ha dan membaliknya. Satu tangan menahan tangan Jae-ha dan satu lagi di leher Jae-ha.
“Ini adalah perkenalan diri yang terlambat,” kata Hang-ah dengan nada mengancam, “Aku adalah Kim Hang-ah, tunangan Raja Korea Selatan. Orang Selatan menyebutku wanita dari Utara.”


“Aku akan bersikap baik,” sahut Jae-ha (kata-kata yang diucapkannya saat Hang-ah “membantainya” di kamar mandi pada pertemuan pertama mereka). “Apapun yang kaukatakan…aku akan mendukungmu.”

“Cepatlah kembali,” kata Jae-ha.
“Kau tahu aku selalu berada di sisimu, bukan? Aku akan kembali,” Hang-ah menenangkan.
Jae-ha bangkit berdiri dan memandang Hang-ah dengan lembut, lalu mengecup bibirnya. Hang-ah tersenyum dan balas mengecup Jae-ha. Lalu……
Tapi penuntut itu memotong ucapan Hang-ah dan berkata kalau Bong-gu telah dibebaskan dengan jaminan 20 menit yang lalu. Petisi para politisi dari berbagai negara telah dikabulkan. Hang-ah dan timnya terkejut, bukankah keputusan itu baru akan diputuskan 2 minggu lagi. Penuntut itu berkata hakim telah memberikan pengecualian atas dasar kesehatan Bong-gu yang memburuk.
Pada intinya penuntut itu berkata sia-sia saja Hang-ah ingin membatalkan pembebasan itu. Kekuasaannya tak seimbang. Lawan mereka adalah Amerika Serikat.
Penuntut itu pamit. Hang-ah kesal. Ia berkata ia adalah perwakilan dari Korea Utara, tidak bisakah penuntut itu mendengarkannya selama 5 menit saja. Penuntut itu berkata ia telah berulangkali menemui perwakilan berbagai negara. Apakah ada alasannya hingga ia harus berbicara denga perwakilan Korea Utara selama lebih dari dua menit?
Hang-ah terduduk lesu. Kecewa dan kesal.

Sebuah mobil berhenti tak jauh dari mereka. Bong-gu. Ia turun dari mobilnya. Para pengawal bergerak ke depan untuk menjaga Hang-ah. Hang-ah mengangkat tangannya, memberi tanda kalau ia tak apa-apa. Ia menatap Bong-gu dengan tajam.
“Sepertinya negara kalian naik derajat,” sindirnya,” Tentu saja, kau kan akan menikah dengan Raja. Suamimu pasti akan memberi banyak bantuan (ke Utara)…”
“Kudengar kau menggunakan alasan kesehatan untuk mendapat pembebasan bersyarat. Tapi kulihat kau tak sesakit itu,” balas Hang-ah dengan dingin.
Bong-gu berkata hanya para politikus berpengaruh yang mengerti betapa sakit hatinya. Tentu saja, menghadapi bencana penjara pasti akan menimbulkan kegalauan, sindir Hang-ah.
“Bagaimana dengan pernikahan kalian?” tanya Bong-gu.
“Asalkan kau tak mengganggu…”
“Tentu saja aku akan melakukannya…Aku akan menciptakan pertempuran besar,” kata Bong-gu tersenyum.


“Apa kau senang?” ujar Jae-ha. Perekam Ilseongnok pun diaktifkan.
Entah Direktur itu melihatnya atau tidak, ia bertanya apa maksud perkataan Jae-ha barusan. Jae-ha berkata bukankah seharusnya Direktur itu tidak berbicara sembarangan jika hal itu belum resmi diputuskan. Mulai sekarang ia ingin Direktur itu menjawab pertanyaannya dengan jujur.
“Apakah Amerika sudah memutuskan untuk menyerang Korea Utara?” tanyanya. (ini adalah pertanyaan jebakan Jae-ha. Agar jika terjadi sesuatu, Direktur itu harus mempertanggungjawabkan perkataannya)
“Ini adalah strategi militer negara kami. Kami tidak pernah mengatakannya pada orang asing, dan kami tidak akan memberitahu Korea. Kami tidak punya kewajiban untuk itu,” jawab Direktur itu, ia tidak terjebak.

Jae-ha tersenyum dan bangkit berdiri. Dengan ramah ia mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Direktur itu.
“Oya, jika kalian menyerang Utara, kalian sebaiknya tidak melangkah ke Selatan,” ujar Jae-ha. Artinya ia tidak akan membantu Amerika menyerang Utara, bahkan tidak membiarkan Selatan sebagai pintu masuk Amerika ke Utara. Senyum Direktur itu langsung lenyap (walau lebih keliatan merengut kaya anak kecil hehehe…aktor asing ini agak parah aktingnya :p)

“Tapi Jae-ha hanya seorang Raja. Kekuasaannya terhadap militer juga tidak ada apa-apanya. Tidak akan berhasil. Jadi akan lebih baik jika kalian berdiam diri dan membiarkan diri kalian dipukul beberapa kali, bukankah akan baik?” kata Bong-gu mengintimidasi.
“Bagaimana ini? Ekspresi matamu menunjukkan ketidakyakinan dan ketidakstabilan,” sahut Hang-ah. Bong-gu terlihat bingung. Hang-ah berkata ia diajarkan untuk membaca ekspresi orang saat ia dilatih untuk membunuh.
“Pengendalian ekspresi. Tapi kau sama sekali tidak bisa mengendalikannya. Apa kau ketakutan hingga seperti ini?” tanya Hang-ah pura-pura prihatin.


“Oya, Korea Selatan juga akan sulit untuk bertahan jika terjadi perang,” katanya, “Pengendalian ekspresi!! Jelas-jelas ekspresimu berubah.” Bong-gu menertawakan Hang-ah lalu pergi. Hang-ah kesal melihat Bong-gu bebas pergi begitu saja (me too >,<)


Ia, Jae-ha, dan Hang-ah sedang membicarakan surat tersebut. Jae-ha khawatir jika perang benar-benar meletus. Sekretaris Eun berkata sejak awal mereka memang selalu dalam ancaman perang. Hang-ah berkata rencana perkawinannya membuat semuanya bertambah buruk.
“Nona Kim Hang-ah tidak melakukan kesalahan apapun,” kata Sekretaris Eun menenangkan. “Mereka hanya berusaha mencari kesalahan. Sekarang mereka menyerang kita secara psikologi untuk menekan kita. Kita tidak boleh membiarkan mereka mengendalikan kita.”
Rupanya Sekretaris Eun benar-benar telah belajar dari kesalahannya. Ia sekarang sangat menentang Klub M (atau karena dendam juga Bong-gu telah membunuh Shi-kyeong).
Jae-ha masih khawatir akan terjadi perang. Bong-gu sanggup melakukan apapun.

“Jika Yang Mulia seorang warga negara, Raja seperti apa yang akan Yang Mulia pilih?”
Jawabannya sudah pasti. Jae-ha memandang Hang-ah yang sejak tadi mengamati reaksinya. Jae-ha tersenyum.
“Kita mulai dengan diplomasi,” ujarnya. Mereka tidak akan menyerah.


“Berapa kodenya?” tanya Jae-shin. Duka masih menyelimuti wajahnya.
“8603… maafkan aku,” Dong-ha lupa kode selanjutnya. Ia merogoh kantung celananya.
Jae-shin menekan tombol 860315. Kode diterima. Dong-ha terkejut.
“Itu adalah tanggal ulang tahunku,” kata Jae-shin dengan sedih. Ia membuka kotak itu. Di dalamnya hanya terdapat sebuah video VHS (kuno banget^^).
Jae-shin menekan tombol “play”. Muncullah Shi-kyeong di layar dengan wajah lugunya T_T
“Ehem…awalnya aku berniat menulis surat tapi aku penulis yang buruk jadi aku membuat video ini.”
Jae-hin meneteskan air mata.


Jae-shin menonton video itu seakan Shi-kyeong duduk di hadapannya.

Jae-shin menangis, karena sebenarnya ia juga merasakan hal yang sama pada Shi-kyeong. Ia merasa tak sepadan dengan Shi-kyeong karena ia cacat.
“Karena itu aku mengumpulkan keberanianku karena aku ingin menjadi orang yang sepadan dengan Puteri. Jika Puteri melihat video ini….Tidak, aku… Tidak, Puteri tidak akan menonton video ini (karena artinya Shi-kyeong telah mati jiak Jae-shin sampai menonton video ini). Aku juga tidak akan mati. Aku akan kembali dengan penuh percaya diri,” Shi-kyeong tersenyum dengan yakin.


“Aku akan membawa buku ini bersamaku. Tidak akan ada lagi orang yang membosankan di masa yang akan datang.”
Jae-shin tertawa di tengah tangisnya.
Shi-kyeong bahkan melucu dengan berkata kalau ia akan luwes mulai dari sekarang, sambil mengangkat tangannya. Ia menertawakan dirinya sendiri.
“Aku akan akan penuh percaya diri dan keren seperti Puteri saat aku kembali.Dan akan mengatakannya sendiri pada Puteri. Bahwa aku mencintaimu,” Shi-kyeong tersenyum polos.
Ia memberi hormat. Jae-shin menangis tersedu-sedu.

Ia bertanya pada Daniel Craig mengenai balasan surat yang ia kirimkan pada Jae-ha sebagai hadiah pernikahan. Belum ada tanggapan dari Jae-ha. Jae-ha malah mengadakan perjalanan diplomatik bersama pejabat dari Utara juga.
“Bagaimana dengan Amerika?” tanya Bong-gu.
“Para senator berusaha keras. Tapi mereka mengalami kesulitan untuk membuat alasan penyerangan ke Utara tanpa penyebabkan perdebatan politik. Dan lagi Utara dan Selatan sedang dalam keadaan damai pada saat ini. Tidak ada lagi alasan,” jawab Daniel Craig.
“Benarkah? Kalau begitu buatlah alasan,” ujar Bong-gu.

Jae-ha menonton Presiden Amerika memberi pernyataan akan melawan aksi teroris Korut dan melakukan tindakan keras. Ia langsung memerintahkan untuk pulang ke Korsel.

Komandan Tinggi Korut sangat kesal atas tuduhan Amerika. Ayah Hang-ah menemuinya. Ia berkata masalah ini tidak sederhana. Sepertinya Amerika bukan hanya menakut-nakuti.
Komandan Tinggi mengira perjanjian damai Utara dan Selatan yang telah membuat Amerika bertindak. Ia pikir Amerika tidak senang dengan kedekatan Utara dan Selatan.
Ayah Hang-ah mengusulkan agar mereka meminta bantuan Selatan. Terus menyangkal kalau serangan teroris ini perbuatan Utara hanya akan sia-sia dan malah akan memperburuk keadaan. Apalagi mereka tidak tahu apakah benar Amerika akan menyerang Utara atau tidak.
“Jadi kita harus meminta bantuan pada Selatan untuk menjadi perantara kita dengan Amerika? Apakah Selatan akan lebih mementingkan kita daripada Amerika?” tanya Komandan Tinggi tak percaya.
“Kalau begitu, apa kau ingin bertempur dengan Amerika?” tanya ayah Hang-ah. Komandan Tinggi mendesis kesal.
“Tidak, bukan? Kita akan mati jika kita melawan mereka. Hubungi Selatan dengan diam-diam dan minta mereka menjadi mediator Amerika dan kita,” ayah Hang-ah menasihati. Komandan Tinggi tampaknya setuju. Tak ada jalan lain.

Entah apa yang mereka bicarakan, yang pasti Korsel mengumumkan melalui berita bahwa persiapan perang telah dinaikkan ke tingkat 3. Komandan Tinggi Korut dan ayah Hang-ah menyaksikan berita ini melalui TV.
Ayah Hang-ah terkejut mendengar berita bahwa Korsel akan memihak Amerika dan menyerang Utara. Komandan Tinggi tersenyum sinis, setelah WOC dan pertunangan Utara-Selatan, inikah hasil dari 3 tahun kepercayaan yang telah mereka bangun? (juga hasil kerja keras Jae-kang dan ayah Hang-ah)

Maka segera muncul dalam berita kalau Korut mengumumkan perang terhadap Korsel karena merasa dikhianati. Para pengawal kerajaan melihat berita itu dan bingung mengapa Korut menuduh mereka berkhianat.
Komandan pengawal kerajaan menelepon Dong-ha dan memberinya sebuah tugas. Dong-ha merasa keberatan dengan tugas itu tapi akhirnya ia menurut.





Sementara itu mobil Hang-ah tidak memasuki Seoul. Hang-ah bertanya pada ayahnya mereka hendak ke mana. Ayah Hang-ah tak menjawab dan tak berani memandang wajah puterinya.

Hang-ah dibawa ayahnya ke perbatasan Utara-Selatan. Hang-ah berteriak pada ayahnya untuk memberitahunya apa yang sebenarnya sedang terjadi. Ia digiring oleh pengawal ayahnya.

“Ini perang. Amerika telah mengumumkan akan menyerang Pyeongyang, dan….Pyeongyang akan menyerang Seoul,” kata ayah Hang-ah pada puterinya.

“Mari kita pergi. Kita bisa pergi sekarang karena aku memohon pada Menteri Persatuan Korsel,” kata ayah Hang-ah. Hang-ah dipegangi oleh pengawal ayahnya dan diseret melewati perbatasan.
“Tidak, aku tidak bisa kembali ke Utara seperti ini!” seru Hang-ah.
“Aku tanya Hang-ah di mana?!!” bentak Jae-ha pada Dong-ha.
“Komrad Lee Jae-ha!!” seru Hang-ah meronta-ronta berusaha melepaskan diri. “Ayah!!!”

Sebenarnya sejak Episode 18 sudah banyak tanda bahwa Shi-kyeong akan pergi, tapi kita selalu berharap akan kebaikan hati penulisnya untuk membuat Shi-kyeong tetap hidup. Sayang, dunia Kdrama tak sebaik itu. Drama tanpa drama bukanlah drama…..sigh….poor Jae-shin >,<




Comments
Post a Comment
silahkan komentar disini, dan gunakan bahasa yang baik dan benar, dan juga saya beritahukan blog ini DOFOLLOW.