Episode 17




Bong-gu menyuruh Hang-ah meyakinkan Jae-ha untuk turun tahta. Pura-pura terlihat sedih dan takut. Hang-ah tak menjawab. Sementara itu Shi-kyeong mengatakan pada Jae-ha kalau Bong-gu pasti melihat telepon ini dari samping Hang-ah jadi Jae-ha harus bisa menahan emosi dan berusaha mengulur waktu. Ia akan mencoba melacak darimana teleponnya. Jae-ha mengangguk. Shi-kyeong meninggalkan Jae-ha sendirian.




Wajah Hang-ah sedikit terkejut karena itu menunjukkan Jae-ha akan turun tahta. Ia lalu menangis dan berkata Jae-ha harus berhasil. Ia ingin tetap hidup.

“Aku ingin hidup bahagia secepatnya. Aku ingin hidup bersama Yang Mulia sampai tua,” isak Hang-ah. “Alasan aku bertahan hidup sampai sekarang hanyalah Yang Mulia.”

“Yang Mulia ingat, bukan? Saat WOC, aku mengatakan pada Yang Mulia tipe pria seperti apa yang kuinginkan.”
Deg, Jae-ha berpikir cepat. Saat WOC, Hang-ah berkata ia ingin pria yang layak menerima rasa hormatnya. Seorang yang menang dengan terhormat. Ia menatap Hang-ah.
“Bukankah kita menang pada akhirnya? Kita memiliki begitu banyak kenangan.” Kata Hang-ah pelan-pelan.
Bong-gu mulai merasa curiga.

Jae-ha ingat. “Di sanakah kau disandera?” katanya dalam hati.

“Siapa orang di sampingmu?” tanya Jae-ha khawatir.
“Tidak ada siapapun,” kata Hang-ah tenang. Bong-gu memberi isyarat pada para pria yang mengepung Hang-ah. Mereka mengokang senjata mereka. Klik!!
“Bunyi apa itu?” tanya Jae-ha semakin ceams. “Apa yang terjadi?”
“Mereka tidak akan berbuat sembarangan,” ujar Hang-ah. Ia menatap Bong-gu denagn amah,” Mereka hanya menggertak!”
“HEI!!” teriak Bong-gu.
“Kau harus ingat!” seru Hang-ah pada Jae-ha, ”Jika kau mengikuti perintah mereka dan turun tahta, aku akan bunuh diri dengan menggigit lidahku. Jadi kau sama sekali tidak boleh mengundurkan diri!!”
Heh…jadi inget Jae-shin pernah meneriakkan kata-kata ancaman yang sama dan Hang-ah waktu itu berkata pada Shi-kyeong kalau orang yang benar-benar ingin mati tidak akan mengatakan kata-kata seperti itu.
Bong-gu mematikan koneksi. Wajah Hang-ah hilang dalam sekejap dari layar.
“Hang-ah!! Hang-ah!!” seru Jae-ha panik. Shi-kyeong dan Dong-ha menghambur masuk mendengar teriakan Jae-ha. Jae-ha berkata mereka ada di Cina. Ia mengirimkan hadiah pada Bong-gu ke Cina. Jae-ha berdiri dan menyuruh mereka menelepon duta besar negara-negara perbatasan dan Departemen Administrasi. Ia juga memerintahkan pasukan anti-teroris untuk bersiaga.


“Bukankah kami mengirimimu hadiah. Kau tidak ingat?” ledek Hang-ah. “Kekasihmu?” (ternyata Hang-ah tahu waktu Jae-ha mendekati Dara untuk mengetahui lokasi Bong-gu. Seneng deh ada pasangan yang ngga rahasia-rahasiaan^^)
Bong-gu sadar Hang-ah telah memberitahu lokasinya kepada Jae-ha. Hang-ah berkata Bong-gu tidak bisa membunuhnya dan Ibunda Raja. Setelah ia bersusahpayah menculik mereka, sekarang Amerika dan Cina juga sedang mengawasi Bong-gu dengan ketat. Jadi bagaimana bisa Bong-gu membunuh mereka? Wajah Bong-gu menunjukkan apa yang dikatakan Hang-ah benar.


PLAKK!! Bong-gu menampar Hang-ah keras-keras. Ia membenarkan ia tidak bisa membunuh Hang-ah tapi ia bisa melukainya. Dan luka yang tak terlihat jauh lebih baik. Para anak buah melepaskan senjata mereka dan menghampiri Hang-ah d ngan tangan kosong. Omo…apa yang akan mereka lakukan?
“Aku bilang aku akan bunuh diri dengan menggigit lidahku kan? Aku adalah instruktur Tentara Rakyat Korea. Di Selatan kami disebut pasukan khusus. Kami dilatih untuk bunuh diri. Kau pasti sudah tahu, bukan?”
Hang-ah tahu, jika ia mati maka semuanya akan sia-sia untuk Bong-gu. Bong-gu tidak akan bisa tawar menawar dengan Jae-ha. Karena itu Hang-ah tahu Bong-gu tak akan membiarkan dirinya mati.
“Jangan salah paham. Aku masih hidup bukan karena keberuntungan tapi karena aku belum memutuskan untuk mati. Biarkan aku berada di sisi Ibu dan aku akan bersikap baik,” kata Hang-ah.


Melihat keadaan Hang-ah, Ibunda Raja mengumpulkan keberaniannya dan mengajak Hang-ah melarikan diri. Hang-ah terkejut. Ibunda Raja mengangguk. Hang-ah terharu dengan keberanian mertuanya.


Hang-ah melihat situasi di luar ruangan tempat mereka disandera. Ada dua penjaga di sana. Hang-ah teringat ayahnya pernah berkata kalau Bong-gu membuat kediamannya di atas sebuah gua.
Setelah keberadaannya diketahui, Bong-gu tahu Korea Selatan akan berusaha membebaskan Ibunda Raja dan Hang-ah. Karena itu ia menggunakan pengaruhnya atas pemerintah Cina.
Pemerintah Cina menolak memberi bantuan pada Korea Selatan. Alasannya adalah Kim Bong-gu orang asing jadi mereka tidak boleh bertindak sembarangan. Dan lagi Cina tidak mau ada tentara dari luar memasuki wilayah mereka. Perdana Menteri pun tidak bisa membuat permintaan resmi karena tidak ada bukti nyata Klub M yang menculik Ibunda Raja dan Hang-ah. Jika ternyata mereka tidak menemukan keduanya di Cina, maka hubungan Cina-Korea akan terancam.
Ayah Hang-ah hendak menghubungi negaranya tapi Jae-ha berkata itu juga tidak ada gunanya. Utara tidak akan mau merusak hubungan mereka dengan Cina. Satu-satunya cara adalah menggunakan cara tak resmi. Diam-diam menyusupkan pasukan yang menyamar sebagai turis. Dong-ha, Young-bae, pengganti Shi-kyeong dan pengawal lainnya memasuki Cina secara terpisah dengan pura-pura tak saling mengenal.

Hang-ah mengambil senjata dari seorang penjaga yang terkapar lalu membawa Ibunda Raja keluar dari sana. Ia menembak setiap orang yang menghalangi mereka, namun lengannya sempat tertembak.


Hang-ah dan Ibunda Raja telah tiba di gua. Mereka menyusuri gua untuk mencari jalan keluar. Karena tidak bisa menemukan mereka di bawah tanah, Bon Bon tahu keduanya melarikan diri melalui gua.
Tapi belum sempat mereka beraksi, lebih banyak lagi pasukan Bong-gu muncul dan memberitahu rekan-rekan mereka di bawah kalau sandera telah melarikan dan mereka diperintahkan ke gua. Untunglah Dong-ha mendengarnya.
Ibunda Raja dan Hang-ah telah tiba di mulut gua. Luka tembak di lengan Hang-ah semakin terasa sakit. Banyak darah yang keluar.
Mereka berhasil keluar gua! Tapi sebuah sungai menghalangi mereka. Mereka harus menyeberang. Hang-ah melihat Ibunda Raja yang kelelahan.
Sementara itu Bon Bon telah tiba di gua dan membawa anjing pelacak. Oh no…no dogs >,<
“Dengan lengan seperti itu bagaimana caramu menyelamatkanku dengan tali?”
“Aku seorang pelatih. Jangan remehkan aku,” kata Hang-ah tersenyum menenangkan.
“Apa kaupikir hanya wanita Utara yang kuat? Wanita Selatan juga sangat kuat,” kata Ibunda Raja sambil melangkah ke sungai.
Hang-ah menahan mertuanya. Airnya terlalu dalam. Ibunda Raja bertanya apakah mereka hanya akan menunggu di sana. Anak pertamanya telah tiada. Puterinya cacat. Dan puteranya yang tersisa sedang dalam bahaya. Mengapa juga ia harus menjadi beban untuk menantunya? Ia tidak mau. Dengan berani Ibunda Raja berenang menyeberangi sungai.


Terdengar suara anjing dari dalam gua. Hang-ah terkejut. Ia segera berenang menyeberangi sungai. Mereka kembali melarikan diri. Sementara itu pasukan penyelamat juga bertindak.
Young-bae melepaskan tembakan hingga pasukan Bong-gu teralihkan dan tak bisa mengejar sandera. Terjadi adu tembak antara pasukan penyelamat dengan pasukan Bong-gu. Young-bae menyuruh Dong-ha pergi ke gua untuk mencari Ibunda Raja dan Hang-ah. Ia akan menghadang pasukan Bong-gu.


Hang-ah meminta Ibunda Raja mengumpulkan kekuatan dan terus berjalan merunduk tanpa memikirkan apapun. Ibunda Raja bertanya Hang-ah hendak ke mana. Hang-ah tak menjawab. Ia mendorong Ibunda Raja agar terus lari.
Ibunda Raja berlari. Hang-ah mengeluarkan senjatanya lalu menembak untuk mengalihkan perhatian Bon Bon dan para pengejar. Hang-ah berlari ke arah yang berbeda dengan arah Ibunda Raja. Bon Bon dan pasukannya mengejarnya. Dengan demikian mereka tidak mengejar Ibunda Raja. Untunglah Dong-ha menemukan Ibunda Raja. Ibunda Raja selamat.



Ibunda Raja mengeleng. Ia terus menanyakan apa yang akan mereka lakukan mengenai Hang-ah. Jae-shin dan Shi-kyeong ikut sedih. Jae-ha menenangkan ibunya. Ia yakin Hang-ah baik-baik saja di suatu tempat. Ia akan menemukannya. Ia pasti menemukannya. Ibunda Raja mengangguk lemah.

Jae-ha berbicara dengan Perdana Menteri dan memintanya meminta bantuan Cina untuk menemukan Hang-ah. Tapi Perdana Menteri merasa keberatan. Saat ini Cina sedang marah karena Jae-ha diam-diam menyusupkan pasukan ke Cina untuk menyelamatkan Ibunda Raja. Deuh…politik ini memang kacau deh ya…masa nyelamatin orang ngga boleh >,<
Jae-ha marah. Ia bangkit berdiri dan menarik kerah Perdana Menteri. Ia berkata itu adalah pekerjaan Perdana Menteri.
“Ketika warga disandera, kau harus menyelamatkan mereka. Ketika ada masalah dalam negara ini, kau harus menyelesaikannya. Tapi kau… Apa yang telah kaulakukan selama ini? Selain membuang uang negara dengan mengadakan pesta, kau seharusnya melakukan sesuatu, bukan? Apa kau benar-benar ingin memulai perang denganku? Apa kau ingin rakyat tahu semua yang telah kausembunyikan selama ini?!”

Jae-ha melepaskan cengkeramannya dan terduduk lemas di kursi. Dengan suara tercekat penuh emosi ia meminta Perdana Menteri harus menemukan Hang-ah. Ia mohon.



Jae-ha ingin agar para pengungsi itu melewati Korea Selatan dahulu sebelum dikembalikan di Utara. Ia berharap salah seorang dari mereka adalah Hang-ah. Ayah Hang-ah berkata ia telah memintanya pada pemerintah Cina tapi siapapun dilarang melihat daftar para pengungsi itu. Jae-ha dan ayah Hang-ah semakin frustasi.
Tapi jika langkah ini gagal, maka bisa terjadi perrang. Sedikit saja kesalahan bisa menghancurkan segalanya.
“Apakah Yang Mulia memiliki bukti untuk melaporkannya?” tanya Shi-kyeong.
“Tidak ada,” jawab Jae-ha getir. Bahkan seandainya ia memiliki bukti yang jelas, bukan berarti masalahnya selesai. Jika Bong-gu menyembunyikan diri dalam negara bukan anggota ICC maka ICC tidak bisa menangkapnya. Tapi biar bagaimanapun, melaporkan Bong-gu pada ICC adalah jalan yang paling efektif saat ini.
Shi-kyeong mengusulkan agar Jae-ha berbicara dengan Sekretaris Eun. Ia berpendapat selama ini ayahnya bisa menangani Klub M dengan baik dan memiliki segudang pengalaman. Jae-ha tersenyum kecil.
“Kita belum bisa menghubunginya sekarang.”
“Mengapa tidak bisa? Apa yang sebenarnya terjadi antara ayahku dan …,” kata Shi-kyeong frustrasi.
“Kau boleh pergi,” potong Jae-ha singkat.
Shi-kyeong terpaksa pergi.


“Yang Mulia tahu ini satu-satunya cara bukan? Aku akan maju sebagai saksi.”
“Aku sudah memikirkannya tapi itu tidak akan berhasil. Aku tidak merekam semua pembicaraanku dengannya. Dan lagi jika kau bersaksi di depan umum, apa Bong-gu akan diam saja? Bagaimana jika ia bilang kau membuat kesaksian palsu dan kau hanya menjadikannya kambing hitam?”
Sekretaris Eun terdiam.
“Kenapa? Apa aku salah lagi?” sindir Jae-ha.
Sekretaris Eun teringat perkataan Shi-kyeong bahwa Jae-ha adalah Raja yang memiliki kemampuan.
“Tidak, apa yang Yang Mulia katakan benar.” Akhirnya Sekretaris Eun mengakui kalau Jae-ha pantas menjadi Raja.

Shi-kyeong mengendarai mobilnya di tengah hujan untuk menemui ayahnya. Sekretaris Eun melihat fotonya dan Shi-kyeong yang tersenyum bahagia. Ia menghela nafas sedih.

Shi-kyeong bertanya apakah benar ayahnya telah melakukan apa yang tertulis dalam surat itu. Sekretaris Eun tak menjawab.

Sekretaris Eun menyuruh Shi-kyeong masuk dan berbicara di dalam agar tidak kehujanan. Tapi Shi-kyeong sangat emosi saat ini.
“Ayah selama ini sangat keras padaku. Lalu apa ini?!!!” teriaknya sambil menangis.


“Pada akhirnya Ayah hanya bisa menegur orang lain. Walau Ayah tak mengatakannya aku juga sudah tahu. Ini sudah cukup memalukan bagiku. Aku sudah mengingat keadaan ayah sekarang. Terima kasih telah memberiku beban yang baik.”
Shi-kyeong pergi dengan tubuh basah kuyup. Sekretaris Eun meminta pelayannya untuk mengejar Shi-kyeong dan memberikan payung. Melihat anaknya yang sangat terpukul dan malu akibat perbuatannya, Sekretaris Eun menangis dengan penuh penyesalan.

Sementara itu Shi-kyeong sedang menenangkan dirinya di suatu tempat. Ia teringat percakapannya dengan Jae-ha saat mengetahui ayahnya dipecat. Waktu itu Jae-ha tetap menutupi kesalahan ayahnya walau Shi-kyeong marah. Ini membuat Shi-kyeong semakin malu dan merasa bersalah. Lalu ia ingat rencana Jae-ha untuk melaporkan Bong-gu ke ICC. Sepertinya Shi-kyeong merencanakan sesuatu.



“Apa? Siapa? Kau?”
“Ya.”
Jae-ha meminta Shi-kyeong menatapnya saat berbicara tapi Shi-kyeong tak mampu. Ia terus menunduk.
“Kau tidak melakukan kesalahan jadi mengapa kau tak bisa mengangkat kepalamu. Kau adalah kau, ayahmu adalah ayahmu.”
“Aku tidak melakukannya karena perasaan bersalah. Tapi karena hanya aku yang bisa melakukannya.”
Jae-ha tak mengerti. Pelan-pelan Shi-kyeong menatap Jae-ha. Ia berkata kalau Bong-gu tertarik padanya.
“Aku akan pura-pura bertahan lalu dengan sengaja membiarkan dia mendapatkan aku. Jika ia berusaha untuk membujukku, aku akan menolaknya lalu pura-pura menurut. Dengan begitu aku bisa memberitahu di mana ia bersembunyi. Jika menggunakan cara itu, ada kemungkinan untuk bisa menuntutnya. Yang Mulia hanya perlu mencari bukti.”
Jae-ha menatap Shi-kyeong.


Shi-kyeong berkata justru itu mereka harus membuat persiapan sebaik mungkin. Tapi Jae-ha tak mau berdebat lagi. Ia menekan tombol. Dong-ha masuk. Jae-ha memerintahkan Dong-ha membawa Shi-kyeong kembali ke istana dan mengawasinya selama 24 jam.
“Yang Mulia, “protes Shi-kyeong.
“Rasa bersalahmu? Sekarang Hang-ah tidak di sisiku. Aku lebih khawatir dibandingkan semua orang. Tapi sebagai Raja, aku tetap bekerja keras dan memikirkan dengan tenang bagaimana menangkap Bong-gu. Kau anggap siapa dirimu?!” Jae-ha memarahi Shi-kyeong.
Dong-ha menginterupsi mereka. Ia baru saja mendapat telepon mengenai Jae-shin. Shi-kyeong langsung waspada begitu mendengar Jae-shin disebut.
Shi-kyeong dengan khawatir meminta Jae-ha menghalangi Jae-shin.
Jae-shin berkata ia telah memikirkannya sejak lama. Ia juga ingin berguna. Jae-shin memalingkan wajahnya dan menangis. Jae-ha duduk di tepat tidur Jae-shin. Ia berkata Shi-kyeong ada di luar kamar Jae-shin saat ini dan menanyakan apakah kehadiran Shi-kyeong bisa membantu menenangkan Jae-shin.
Jae-shin menolak. Ingatannya pasti seperti monster. Ia tak ingin Shi-kyeong melihatnya. Jae-ha mengerti. Shi-kyeong diperintahkan untuk menunggu di luar.


Proses hipnoterapi dimulai. Ibunda Raja dan Shi-kyeong menunggu diluar dengan cemas. Jae-shin mulai tertidur. Dokter menuntun Jae-shin memasuki alam bawah sadarnya.

Maka ingatan Jae-shin pun kembali pada hari ketika ia mengunjungi Jae-kang di rumah peristirahatan Anmyeondo.
“Pohon kelapa…meja billiar…”gumamnya. Jae-ha tahu itu adalah rumah peristirahatan yang ditinggali Jae-kang saat itu.
Jae-shin teringat saat ia mencari kakaknya dan tidak menemukan mereka. Ia pergi keluar dan bertemu dengan Bon Bon. Lalu mereka menangkapnya.
Segera saja monitor menunjukkan grafik yang kacau. Jae-ha khawatir. Jae-shin gemetar dan berkeringat. Dokter berkata pada Jaeha kalau mereka harus menghentikannya. Tapi Jae-shin masih cukup sadar untuk memegang tangan dokter itu sebagai tanda kalau ia tidak ingin berhenti.
Dokter bertanya apakah Jae-shin ingin melanjutkan. Jae-shin mengangguk dengan mata terpejam. Dokter menoleh pada Jae-ha untuk meminta persetujuan. Jae-ha akhirnya mengangguk.


Ternyata ia dibawa Bon Bon ke dalam rumah peristirahatan itu. Lalu Bon Bon menelepon Bong-gu. Bong-gu ingin berbicara dengan Jae-shin.
“Puteri…mengapa kau pergi ke sana tanpa alasan?” tanya Bong-gu melalui telepon dengan nada menyesal.
“Aku tidak akan bertanya siapa dirimu tapi apa yang kauinginkan” tanya Jae-shin tegas.
“Sebagai keluarga kerajaan kaupasti sudah dilatih untuk mengatasi krisis, tapi…”
Jae-shin menyuruh Bong-gu menelepon Kepala Sekretaris. Bong-gu berkata ia tidak sebodoh itu untuk membiarkan nomor teleponnya terlacak. Ia membentak Jae-shin yang terus memotong perkataannya.
“Biarkan mereka pergi dengan tenang…kakak Gang-mu,” ujarnya.
Mengetahui arang itu untuk membunuh kakak dan kakak iparnya, Jae-shin meronta panik. Tapi seorang penjahat menodongkan senjatanya di kepala Jae-shin. Bong-gu berkata walau Jae-shin seorang wanita, tetap saja tembakan tidak akan meninggalkan jejak yang bersih. Tengkorak kepala akan hancur dan darah memercik ke segala tempat. Para pembunuhnya akan sangat kesal jika harus membersihkan bekas-bekasnya. Dan siapa yang akan menjadi sasaran kemarahan mereka?
“Kakak Gang-mu yang akan menjadi sasarannya. Aku tidak akan membiarkannya pergi dengan tenang,” kata Bong-gu.
Ia lalu memperdengarkan lagu “The Ride of The Valkyrie” (lagu yang diperdengarkan NAZI di dalam kamar gas beracun ketika mereka membantai orang Yahudi dalam kamar itu), lagu kesukaannya yang selama ini selalu memicu serangan panik Jae-shin. Dasar psycho >,<
Jae-shin diseret dan dipaksa untuk menaruh arang beracun itu ke dalam perapian. Tangannya dipaksa mengambil arang. Jae-shin tak mau meletakkan arang itu dalam perapian. Ia berusaha melepaskan diri namun mereka kembali menyeretnya dan memasaknya mengambil arang itu lagi.


Jae-ha terkejut. Ia segera berlari menghampiri adiknya dan mencoba menenangkan Jae-shin. “Jae-shin…tidak apa-apa..Jae-shin…!”
“Aku…aku yang melakukannya!!!” kata Jae-shin panik dan mulai meronta hingga melukai dirinya.




Shi-kyeong duduk di sisi pembaringan Jae-shin. Hatinya hancur saat melihat luka di leher dan tangan Jae-shin. Pertahanan dirinya ambrol dan ia menangis terisak-isak. Ia mengulurkan tangannya untuk menyentuh wajah Jae-shin tapi ia tak sanggup menyentuhnya.


“Jadi Ibu, mulai sekarang aku ingin benar-benar memulai perang dengannya. Awalnya aku pikir ia bukan apa-apa maka aku mengabaikannya. Tapi aku tak bisa lagi. Karena dia bukan apa-apa maka aku harus melawannya. Aku ingin berhadapan dengannya agar keluarga kerajaan kita, harga diri Republik Korea, dan yang terpenting, agar aku bisa meneruskan hidup.”


“Agar kita bisa meneruskan hidup. Aku harus bertemu Hang-ah kembali.”

Comments
Post a Comment
silahkan komentar disini, dan gunakan bahasa yang baik dan benar, dan juga saya beritahukan blog ini DOFOLLOW.