Episode 16
“Kami akan memberimu dua pilihan. Kami ingin Raja Jae-ha turun tahta dengan tenang. Pilihan kedua, ia turun tahta dengan kekerasan.”
Jae-ha dan Hang-ah saling memasangkan cincin pertunangan.

“Silakan. Beritahu anakku atau umumkan ke seluruh dunia, terserah kalian. Mulai sekarang aku tidak akan lagi melakukan permintaan kalian,“ kata Sekretaris Eun tegas. Coba dari dulu ya >,<
“Sepertinya kau memilih pilihan kedua. Kekerasan. Akan ada darah.”
Prang!! Gelas yang digunakan Hang-ah saat tos dengan Jae-ha pecah berkeping-keping. Anggur memercik ke gaun Hang-ah. Seluruh undangan memekik kaget. Semua melihat dengan khawatir. Biasanya hal ini merupakan pertanda sesuatu yang buruk akan terjadi.



Jae-ha dan Hang-ah berjalan melewati para undangan. Para undangan berteriak meminta mereka kiss. Jae-ha tersenyum dan menoleh pada Hang-ah yang tersipu malu. Jae-ha menarik Hang-ah dalam pelukannya dan menciumnya di depan para undangan. Semua undangan bersorak. Ibunda Raja dan Ayah Hang-ah tertawa melihat keduanya. Raja dan tunangannya tersenyum bahagia dan melambaikan tangan pada para undangan.


“Bagiamana dengan penyelidikan itu?” tanya Sekretaris Eun. “Anmyeondo…penyelidikan mengenai pengkhianat.”
“Pesta pertunangan telah berakhir, tentu saja penyelidikan akan dilanjutkan.”
Sekretaris Eun menghela nafas panjang. Sepertinya ia hendak mengaku pada Shi-kyeong tapi ia tak bisa mengatakannya. Ia hanya berkata bahwa penyelidikan itu akan segera berakhir.

Ia mengaku ia telah menerima album senilai satu juta pounds dan sebagai balasannya ia mengungkapkan tempat berlibur Raja. Ia telah menutupi kematian Jae-kang sebagai sebuah kecelakanan dan juga membantu tersangka pembunuh dari Klub M meninggalkan Korea dengan tenang. Ia telah mencabut pelarangan John Mayer masuk ke Korea Selatan dan ia juga telah melakukan banyak kontak pribadi dengan Klub M sejak itu. Meski begitu ia tetap bekerja dalam keluarga kerajaan dan menggunakan wewenangnya sampai sekarang.
Sekretaris Eun berjalan di lorong para Raja terdahulu. Ia menatap foto Jae-kang.
“Yang Mulia, jangan maafkan aku.”
Lalu Sekretaris Eun berlutut dan membungkuk sedalam-dalamnya di hadapan lukisan diri Jae-kang.
Jae-ha mengeluh bukankah kegiatan amal bisa dilakukan di dalam negeri, mengapa harus ke luar negeri. Hang-ah menjelaskan, Ibunda Raja mendengar bahwa orang asing banyak membantu Korea Selatan saat Korea berada dalam situasi perang. Karena itu sekarang ia ingin membalas kebaikan mereka dengan mengunjungi negara-negara miskin.
Jae-ha berkata kalau begitu bukankah mereka harus mengutamakan rakyat sendiri, masih banyak orang miskin. Hang-ah membenarkan. Ia mengusulkan pergi bersama Ibunda Raja ke Utara, bukankah sekarang mereka satu keluarga. Mendengar itu Jae-ha meminta Hang-ah pergi keluar negeri dengan patuh. Hihi...apa takut Hang-ah ngga balik lagi gitu ya?

Ia berkata walau mereka tidak membukanya tetap saja Klub M akan bertindak. Hang-ah menggeleng, ia tetap tidak ingin Jae-ha membuka pesan itu. Jae-ha beralasan mereka harus mengerti situasinya sebelum serangan benar-benar terjadi. Mereka tidak bisa terus menerus menunggu serangan mendadak.
“Jika ada yang tak biasa, kau pertama kali harus mengatakannya padaku,” pinta Hang-ah. Jae-ha mengangguk dan tersenyum. Hang-ah meninggalkan Jae-ha sendirian.

Jae-ha tertegun melihat semua bukti-bukti itu.
Sekretaris Eun masuk dan menemukan Jae-ha duduk di belakang meja kerjanya, mendengarkan rekaman percakapan antara Sekretaris Eun dan Daniel Craig, tepat saat Sekretaris Eun menyarankan Anmyeondo sebagai tempat berlibur. Sekretaris Eun terkejut mendengar rekaman itu. Ia sadar Jae-ha telah mengetahui semuanya.
Jae-ha menatap Sekretaris Eun dengan pandangan kecewa. Sekretaris Eun menunduk. Jae-ha duduk di kursi dekat Sekretaris Eun berdiri.

Sekretaris Eun menghadap Jae-ha dan membenarkan.
“Lalu bagaimana dengan forum di Jeju? Apakah Paman yang mengganti lagu pembukaan untuk mengiringi Jae-shin masuk dengan menuruti perintah Klub M? Bukan, kan? Kau tidak akan berbuat sejauh itu kan, Paman?”
Jae-ha tidak mau percaya kalau Sekretaris Eun telah mengkhianatinya. Tapi Sekretaris Eun mengakuinya, ia yang telah mengganti lagu itu.
Jae-ha berkata ia masih bisa memaafkan kesalahan Sekretaris Eun dalam membocorkan lokasi Anmyeondo karena saat itu Sekretaris Eun tidak tahu bahwa pelakunya Klub M. Tapi setelah itu?


Sekretaris Eun tidak mampu menjawab. Ia mengambil surat pengunduran dirinya dari balik jasnya dan meletakkannya di atas meja.
“Aku akan mengundurkan diri dan menunggu hukuman.”
“Mengundurkan diri? Lagi-lagi mengundurkan diri? Kau selama ini menipuku. Sekarang setelah terungkap, kau mau lepas tangan?”
“Aku tidak minta dimaafkan. Apapun hukumannya, aku akan…”
“Maka seharusnya bukan pengunduran diri. Kau seharusnya dipecat dan ditangkap.”
“Aku bersedia menerimanya. Tapi Yang Mulia harap sangat berhati-hati. Saat ini klub M…”
“Kenapa? Kau berkonspirasi lagi dengan mereka?” sindir Jae-ha marah.
“Yang Mulia harus lebih waspada. Tidak hanya Yang Mulia, seluruh anggota kerajaan harus menghentikan kegiatan untuk sementara waktu…”
“Kau masih berani mengatakannya!!” teriak Jae-ha menggebrak meja dengan penuh amarah. “Apa kau pikir aku akan jatuh lagi dalam perangkapmu? Kau adalah pengkhianat! Kau melakukan pengkhianatan, membiarkan invasi orang asing dan membantu musuh negara. Kau adalah pengkhianat!!”
Sekretaris Eun memejamkan matanya. Seluruh kebenaran itu memang menyakitkan. Bahwa ia ternyata seorang pengkhianat walau ia selalu ingin melakukan yang terbaik untuk keluarga kerajaan.
Sekretaris Eun berlutut dan membungkuk di hadapan Jae-ha. Ia berkata Shi-kyeong adalah seorang yang sangat menjunjung kebenaran. Shi-kyeong bahkan tidak bisa berkompromi dengan kesalahan dan ayahnya lah yang mendidik Shi-kyeong seperti itu. Ia takut Shi-kyeong menderita setelah mengetahui kebenaran mengenai ayahnya. Karena itu Sekretaris Eun memohon agar Jae-ha tidak memberitahu Shi-kyeong. Ia sendiri yang akan memberitahunya dalam waktu dekat.


Hang-ah pergi ke ruang keluarga kerajaan. Ia melihat Ibunda Raja dan Jae-shin sedang meminta penjelasan dari Jae-ha mengenai pemecatan Sekretaris Eun. Melihat wajah Jae-ha yang tampak terpukul, Hang-ah sadar Jae-ha tidak akan memecat Sekretaris Eun tanpa alasan. Karena itu ia tidak ikut bertanya.
Jae-ha bangkit berdiri dan mengangguk pada Hang-ah. Ia berkata pada ibu dan adiknya ia akan menjelaskannya nanti. Lalu ia pergi. Jae-shin ingin Jae-ha menjelaskannya sekarang juga. Tapi Hang-ah menenangkan mereka. Bukankah Jae-ha akan menjelaskannya nanti? Ia meminta mereka menunggu.

Jae-ha berkata Sekretaris Eun dan dirinya selama ini memiliki perbedaan sudut pandang. Shi-kyeong berkata walau berbeda sudut pandang namun tujuan mereka tetap sama.
“Ia sudah tua,” kata Jae-ha
“Ia masih sehat,” sahut Shi-kyeong.
“Ia telah bekerja selama 30 tahun.”
“Itulah sebabnya. Ia telah melayani 3 generasi selama 30 tahun. Jadi bagaimana….”
“Sudah kubilang ia sudah tua. Ia sudah tua dan keras kepala. Ketika kau sudah tua, cara berpikirmu mengalami kemunduran dan melemah.”


“Apakah kau masih Yang Mulia yang kukenal?” tanyanya dengan kesal.
“Kenapa? Kau mau memukulku?” Jae-ha tersenyum pahit.
Shi-kyeong membenarkan. Jae-ha menyuruh Shi-kyeong untuk cuti dan berlibur bersama Sekretaris Eun. Tapi Shi-kyeong tidak bisa dikelabui.
“Aku akan tetap di sini. Apakah Yang mulia menyembunyikan sesuatu dariku? Ada rahasia apa antara Yang Mulia dan ayahku?”
“Eun Shi-kyeong!”
“Sampai aku mengerti semuanya, aku akan tetap berada di sisi Yang Mulia,” Shi-kyeong menegaskan, lalu ia pergi.
Jae-ha tak bisa berkata apa-apa lagi.

“Ini pasti juga sangat sulit bagi Kepala Sekretaris,” kata Hang-ah.
“Mungkin saja.”
Hang-ah duduk di samping Jae-ha. Ia mencoba membujuk Jae-ha bahwa Sekretaris Eun sudah menginstropeksi diri dan ini semua tetap saja perbuatan Klub M yang telah menjebak mereka.
“Jadi apa kau memintaku untuk tidak mempedulikannya? Ia bekerjasama dengan musuh. Ia tahu aku mempercayainya, jadi ia mengarahkanku dan memarahiku hari demi hari tapi sebenarnya ia mengendalikanku dengan mengikuti perintah Klub M. Kakak sudah tiada, Jae-shin cacat, dan ia masih saja… Aku juga manusia. Aku membutuhkan waktu.”

Hang-ah merebut kertas-kertas laporan dari tangan Jae-ha. Ia berkata dengan kejadian yang dialami Jae-ha hari ini apakah isi laporan itu bisa masuk ke otaknya.

“Ada apa? Apa kau takut?” tanya Hang-ah.
“Ya,” sahut Jae-ha pelan,”Aku takut pada semuanya kecuali padamu. Aku tidak bisa lagi mempercayai orang lain.”
Jae-ha diam-diam menangis di pangkuan Hang-ah. Hang-ah melihat dengan sedih dan membaringkan kepalanya di bahu Jae-ha.
Sekretaris Bong-gu memberitahu Bong-gu bahwa Jae-ha telah memecat Sekretaris Eun. Bong-gu sedang menonton ulang pesan video Jae-ha. Dalam video itu Jae-ha berkata senjatanya adalah orang-orang yang percaya padanya.
“Jadi sekarang kau membuangnya? (Jae-ha membuang Sekretaris Eun)” gumam Bong-gu. Bong-gu menyuruh Sekretarisnya menjalankan rencana mereka.

Hang-ah membukanya. Isinya sebuah tas cantik. Hang-ah tercengang. Ibunda Raja bertanya apakah Hang-ah tidak menyukainya. Hang-ah menggeleng, ia terlalu menyukainya.
Ia bertanya mengapa ia harus mengenakan benda semahal ini dalam kegiatan amal.
“Ini memang dilema. Kita melakukan kegiatan amal tapi harus menenteng tas mewah seperti itu. Tapi kita harus mengenakannya untuk menunjukkan status kerajaan terutama ketika kita pergi ke luar negeri. Rakyat kita mengharapkannya. Sebagai keluarga kerjaan, kita menjadi simbol dan kebanggaan negara. Tugas kita untuk berpenampilan baik, jadi kita harus lebih berusaha. Jika kita melakukannya hanya untuk penampilan semata maka kita orang-orang yang palsu. Kau bisa melakukannya dengan baik, kan? Tulus dan tak dibuat-buat,” kata Ibunda Raja sambil tersenyum.
Hang-ah mengangguk dan balas tersenyum.

“Bagaimana caraku mendapatkan ingatan itu kembali?” tanyanya. Psikolog itu berkata Jae-shin sendiri yang mengunci ingatan itu. Jae-shin berkata sekarang ia baik –baik saja. Ia sudah bisa menghadapi orang banyak bahkan berpidato.
Psikolog itu berpendapat kemajuan Jae-shin hanya sementara karena dipicu Shi-kyeong. Ia berkata belum waktunya Jae-shin membuka ingatannya. Jika dipaksa maka Jae-shin akan kembali terkena serangan panik.

Shi-kyeong mengetuk pintu kamar Jae-shin lalu masuk. Ia bertanya apakah Jae-shin mencarinya. Jae-shin menanyakan keadaan Sekretaris Eun. Shi-kyeong berkata ayahnya baik-baik saja dan sedang menyendiri di pegunungan.
“Tolong jangan benci kakakku…mungkin ada hal yang tidak kita mengerti,” kata Jae-shin.
“Aku tahu. Mereka mungkin memiliki rahasia,” sahut Shi-yeong.
Lega karena Shi-kyeong tak marah pada kakaknya, Jae-shin menceritakan kemajuannya. Ia berkata ia telah melanjutkan terapinya.
“Apa Puteri tidak akan kembali bernyanyi?” tanya Shi-kyeong tiba-tiba.

Shi-kyeong bertanya bukankah menyanyi adalah hal yang selalu diinginkan Jae-shin. Walau penting untuk memulihkan ingatannya tapi Jae-shin juga harus mencari jalannya sendiri. Jae-shin tersenyum dan menjalankan rodanya menuju keyboard.
Ia hendak memainkan lagu yang pertama kali ia nyanyikan untuk Shi-kyeong tapi ia lupa lagunya seperti apa. Shi-kyeong berkata lagu itu dimulai dari kord A. Jae-shin menekan tuts keyboardnya tapi ia tidak ingat kelanjutannya.
Shi-kyeong mulai menyanyikan bait pertama lagu yang dinyanyikan Jae-shin. Keindahan suara Shi-kyeong tentu sajaa kejutan untuk Jae-shin. Ia menyuruh Shi-kyeong mengikutinya.


Jae-shin bercanda ia akan membiarkan Shi-kyeong debut jika Shi-kyeong menyanyi dengan baik.
“Tidak perlu,” kata Shi-kyeong.
“Aissh….aku tidak akan menjadikanmu seorang idola jadi jangan khawatir,” kata Jae-shin. “Ah, bagaimana kalau kau berduet denganku?”
Shi-kyeong terlihat kesal. Ia menaruh micnya dan berjalan pergi.
“Eun Shi-kyeong-ssi!” panggil Jae-shin. “Apa kau begitu membenciku?”
Ia tak mengerti mengapa Shi-kyeong marah padanya. Ia telah menyatakan perasaannya dan bekerja keras.
“Puteri, kau hanya penasaran.”
“Tunggu, aku tahu perasaanku dengan baik.”
Shi-kyeong berkata Jae-shin hanya menganggapnya sebagai mainan baru. Bukankah ia orang yang menyebalkan? Mungkin sekarang Jae-shin menganggapnya menarik tapi lama kelamaan Jae-shin akan merasa ia membosankan.


“Sudah kubilang aku tidak menganggapmu begitu..mengapa kau terus….” keluh Jae-shin frustrasi. “Kutanyakan satu hal lagi padamu. Apa kau tidak menyukaiku karena aku cacat?”
Mata Jae-shin berkaca-kaa, ia berusaha menahan tangisnya. Shi-kyeong jadi tak enak hati. “Tidak, bukan begitu,” katanya.
“Jika kau tidak menyukaiku tidak ada lagi yang bisa kulakukan,” kata Jae-shin sedih. “Kalau begitu aku tanya satu hal lagi. Aku hanya menyanyikan lagu itu satu kali, tapi mengapa kau mengingatnya? Apa kau seorang jenius?”
“Karena lagu itu Puteri yang menyanyikannya,” gumam Shi-kyeong. Jae-shin terpana. Shi-kyeong memberi hormat lalu buru-buru pergi.

Kepala keamanan membicarakan masalah keamanan hotel dengan manager hotel di dalam lift. Manager hotel meminta kepala keamanan tidak khawatir. Pintu lift dibuka, seorang pelayan wanita masuk. Kepala kemanan melihat ada tato barcode di leher pelayan wanita itu. Bon Bon >,<. Bon Bon lalu turun dari lift.


Hang-ah berkata di negaranya juga banyak anak yang kelaparan. Ia teringat pada ibunya yang juga meninggal karena TBC. Kala itu ayahnya kehilangan kekuasaan dan pengaruhnya hingga keluarga mereka diusir ke desa. Saat itulah ibunya terkena TBC. Mereka tak sanggup membeli antibiotik penisilin karena harganya sama dengan sekarung beras. Ibunya tidak sempat mendapat suntikan.
Ibunda Raja melihat Hang-ah dengan prihatin. Hang-ah salah mengira. Ia kira ibu mertuanya khawatir ia juga mengidap TBC. Ia berkata tak lama setelah ibunya meninggal keluarganya kembali ke Pyongyang dan ia telah mendapat imunisasi.
Ibunda Raja memegang tangan Hang-ah. Ia menanyakan pekerjaan ibu Hang-ah. Hang-ah berkata ibunya adalah penerjemah buku dongeng anak-anak berbahasa asing. Ia tidak terlalu ingat karena ia masih sangat kecil tapi ia ingat ibunya selalu membacakan dongeng sebelum ia pergi tidur, seperti Gadis Berkerudung Merah dan Petualangan Gulliver.
“Hyun-joo (istri Jae-kang) memanggilku Ibu. Walau hubungan kita mertua dan menantu, kita bisa memanggil ibu dan anak. Untuk selanjutnya panggil aku Ibu. Panggilan Yang Mulia sedikit …”
“I-Ibu?” kata Hang-ah ragu-ragu dengan aksen Utaranya.
“Aksenmu terlalu berat. Panggil aku Ibu,” Ibunda Raja tertawa. Hang-ah tersenyum. Ia menggenggam erat tangan ibu mertuanya. Mereka tersenyum.


Dua orang pria berkulit hitam menyeret tubuh para petugas keamanan sementara Bon Bon berjalan menuju kamar Ibunda Raja dan Hang-ah (mereka sekamar).
Ibunda Raja mendengar pintu kamar diketuk. Dari room service. Ibunda raja tidak membuka pintu begitu saja. Ia mengintip dari lubang pintu dan melihat Bon Bon. Ibunda Raja memang tidak mengenali Bon Bon tapi ia merasa aneh karena ia tidak memesan apapun. Ia mengangkat telepon kamar tapi teleponnya mati.
Merasakan firasat buruk, Ibunda Raja mengangkat ponselnya dan berusaha menghubungi petugas keamanan. Tapi Bon Bon telah menyusup masuk, mengejutkan Ibunda Raja.
Hang-ah sedang mengeringkan rambutnya di kamar mandi. Ia mendengar alarm kebakaran dan segera keluar. Ia terkejut saat melihat Ibunda Raja duduk dengan sebuah senjata ditodongakan padanya.
Bunti senjata dikokang membuat Hang-ah menoleh. Seorang pria berkulit hitam menodongkan senjata ke arahnya. Wajah Hang-ah berubah, insting tentaranya bangkit. Bon Bon mengancam akan membunuh Ibunda Raja jika Hang-ah tidak mengikuti mereka dengan tenang. Hang-ah terpaksa mengikuti keinginan mereka.


Ia bertanya apakah Bong-gu penjahatanya. Shi-kyeong berkata kamera CCTV menangkap orang lokal yang anti pemerintah setempat di negara itu. Sepertinya Ibunda Raja dan Hang-ah diculik untuk meminta tebusan.
Jae-ha menelepon Hang-ah. Ponsel Hang-ah berada di tangan Bon Bon dan ia tidak menjawabnya. Kedua pria berkulit hitam, yang tadi membantu penculikan Hang-ah dan Ibunda Raja, diberi bayaran oleh Bon Bon lalu ia menembak mereka sampai mati.
Ibunda Raja ketakutan saat melihat hal itu. Hang-ah memegangi Ibu mertuanya. Mereka digiring menaiki pesawat.


Jae-ha bertanya mengapa kedua orang itu ditemukan telah mati. Perdana Menteri menjelaskan saat ini negara itu sedang menghadapi perang saudara. Mungkin saja mereka saling membunuh untuk memperebutkan sandera.
Jae-ha berkata tetap saja mereka tidak meminta tebusan. Dan lagi aneh sekali mendadak timbul perang saudara pada saat ibunya dan Hang-ah menjalani kegiatan kemanusiaan. Keluarga kerajaan tidak ada hubungan dengan Somalia, mengapa mereka dijadikan sandera.
Jae-ha bertanya mengenai satu orang lagi yang tertangkap kamera tapi wajahnya tidak jelas. Shi-kyeong berkata kepala keamanan yang menemami Ibunda Raja dan Hang-ah sempat melihat seorang wanita yang mencurigakan. Wanita itu memiki tato di belakang lehernya. Tato yang aneh berbentuk barcode.
“Apakah itu wanita yang bekerja pada Bong-gu, yang pernah kau tangkap sebelumnya?” tanya Jae-ha. Shi-kyeong mengangguk. Bon Bon juga memilki tato barcode.
Shi-kyeong telah mengkonfirmasi dengan kepala keamanan yang menemani Ibunda Raja dan Hang-ah bahwa wanita mencurigakan yang dilihatnya di lift adalah Bon Bon.
“Kalau begitu ini pekerjaan Klub M?” tanya Jae-ha.
“Tidak bisa dipastikan karena tidak ada saksi mata tapi kemungkinan besar mereka pelakunya,” jawab Shi-kyeong.
Jae-ha terdiam. Ia teringat percakapan terakhirnya dengan Bong-gu. Bong-gu berkata setiap orang yang menjadi senjata Jae-ha akan menderita satu demi satu.

“Biarkan dia. Dia mungkin hampir meledak karena marah,” katanya pada sekretarisnya. “Menangis, memohon, dan mengamuk akan membuatmu gila.” Tapi Bong-gu mengingatkan sekretarisnya untuk memperlakukan “tamu” mereka dengan baik.
Ibunda Raja lemas melihat foto-foto penyiksaan Bon Bon yang terpampang di dinding sementara Hang-ah makan dengan tenang. Ibunda Raja melarang Hang-ah makan karena takut makanannya diracuni. Tapi Hang-ah berkata jika mereka hendak dibunuh maka mereka akan dibunuh sejak awal. Tidak perlu repot-repot membawa mereka ke rumah ini. Hang-ah meminta Ibunda Raja makan juga agar mendapat kekuatan.
“Untuk melarikan diri,” bisiknya.
“Melarikan diri?” tanya Ibunda Raja kaget.
“Ssst… tidak peduli bagaimanapun kita harus berjuang. Saat ini keluarga kerajaan mungkin dalam keadaan kacau. Kita tidak bisa hanya duduk di sini dan menunggu.”
Ibunda Raja takut karena semua orang itu bersenjata. Hang-ah berkata mereka harus melawan para musuh. Ibunda Raja menggeleng. Hang-ah memang seorang tentara tapi dirinya hanyalah seorang wanita tua. Ia tidak punya kepercayaan diri.

“Aku hanya pernah melihatmu lewat foto. Ini pertama kalinya aku bertemu denganmu secara langsung,” Hang-ah mengulurkan tangannya. “Kau Kim Bong-gu, bukan?”
Bong-gu menatap Hang-ah tapi tidak mempedulikannya. Ia mendekati Ibunda Raja dan mengajaknya minum teh. Hang-ah langsung menghalanginya.
Tapi Bon Bon langsung menodongkan senjatanya pada Hang-ah dan menariknya keluar dari ruangan dengan paksa. Hang-ah panik karena harus meninggalkan ibu mertuanya sendirian bersama orang gila. Ibunda Raja terduduk lemas.


Jae-ha berkata pihak pemerintah sedang menyelidiki kemungkinan para kelompok lain itu maka keluarga kerajaan sebaiknya berkonsentrasi dengan Klub M.
Ia bertanya apakah Shi-kyeong belum berhasil menghubungi Bong-gu. Shi-kyeong berkata Bong-gu terus membuat alasan di mana-mana hingga tak bisa dihubungi.
“Kau diijinkan mengunakan cara apapun, mengerti? Menjanjikan apapun. Aku bahkan akan pergi ke sana sendiri. Bahkan jika aku harus berlutut dan memohon, aku bisa melakukannya,” kata Jae-ha.
Ayah Hang-ah menatap Jae-ha.
“Yang Mulia,” protes Shi-kyeong.
“Mereka menangkap Hang-ah. Hang-ah dan ibuku. Kau juga tahu, ibuku tidak akan tahan,” kata Jae-ha frustrasi.

“Ibu,” tiba-tiba Bong-gu memanggil Ibunda Raja. “Bolehkah aku memanggilmu Ibu? Kau sangat mirip dengan ibuku.”
Ibunda Raja tak menjawab. Bong-gu pindah ke kursi yang lebih dekat dengan Ibunda Raja. Dengan wajah sedih, Bong-gu berkata Ibunda Raja pasti membencinya. Ia juga akan begitu jika berada dalam posisi Ibunda Raja.
“Tapi Ibu, jika kau pikirkan, aku juga orang yang malang. Ayahku membuangku saat aku kecil. Ibuku juga hampir membuangku. Ibuku membuka sebuah bar untuk bisa bertahan hidup. Dia mungkin berpikir asalkan ia bisa mengirimku bersekolah maka aku bisa tumbuh dengan baik sendirian. Tapi sebenarnya tidak seperti itu. Aku masih punya perasaan,” kata Bong-gu dengan wajah memelas. “Karena Ibu sering melakukan kegiatan amal, Ibu pasti tahu bahwa seorang anak yang tumbuh dalam lingkungan keluarga yang buruk pasti sangat menyedihkan.”
Ibunda Raja diam saja mendengar perkataan Bong-gu.

Ibunda Raja akhirnya sadar mengapa ia diculik. Semua ini agar Jae-ha turun dari tahta.
“Tak ada apa-apanya? Bagaimana bisa seorang anak mengata-ngatai ibunya seperti itu?” tanya Ibunda Raja dengan kesal. Melihat reaksi Ibunda Raja tak seperti yang diharapkannya, Bong-gu kebingungan.
“Kau benar, aku selalu melakukan kegiatan amal jadi aku tahu keluarga-keluarga yang tidak beruntung. Tapi apa kau pikir semua anak-anak mereka melakukan perbuatan-perbuatan jahat seperti yang kaulakukan? Tidak. Justru kebanyakan mereka adalah orang-orang yang jujur dan menakjubkan. Tapi bagaimana bisa kau menyalahkan orangtuamu atas kesalahan yang kaulakukan sendiri? Apalagi kau mengatakannya dengan mulutmu sendiri.”
“Aku hanya berharap Ibu bisa mengerti aku sediki,” kata Bong-gu terbata-bata.
“Aku adalah ibu Jae-kang. Ibu dari orang yang kaubunuh. Seandainya kau berlutut di hadapanku dan memohon ampun untuk membayar kejahatanmu, tetap saja itu tidak cukup. Apa yang hendak kaulakukan dengan menangkapku? Kau menggunakanku sebagai umpan untuk mengancam Jae-ha. Apakah aku, keluarga kerajaan kami, begitu mudah untuk digertak?” Ibunda Raja terengah-engah saking marahnya dan bangkit berdiri. Tapi sebenarnya ia masih sedikit takut juga dengan Bong-gu.
“Benar-benar… aku memperlakukanmu dengan baik tapi tetap saja….”omelnya.
“Benar, bunuh! Kau sebaiknya bunuh aku saja! Bunuh aku! Kau pikir anak-anakku akan melarikan diri? Aku akan membalas dendam padamu! Untuk Jae-kang, untuk Hyun-joo, untuk kaki Jae-shin, dan untuk bayi Hang-ah, akan kubalaskan semuanya. Bahkan jika aku harus turun ke neraka, aku akan menyeretmu bersamaku,” seru Ibunda Raja. Ia lalu memukuli Bong-gu sekuat tenaga dengan tinju mungilnya, “Kau jahat! Kau jahat! Apa yang bisa kau berikan pada ibumu setelah kau mati? Bagaimana ia bisa beristirahat dengan tenang memiliki anak sepertimu? Kau sampah, kau jahat!”
Bong-gu kebingungan menghadapi amukan Ibunda Raja.


Shi-kyeong menghalanginya tapi Jae-ha berteriak ini bukan saatnya untuk bersopan-santun (lewat kalur/protokol resmi). Ia mendorong Shi-kyeong dan berjalan pergi.
“Inilah yang mereka harapkan!” seru Shi-kyeong. Sepertinya ia sudah belajar dari pengalamannya ketika ia menangkap Bon Bon. Jika Jae-ha langsung pergi ke klub M dan menunduh mereka menculik Ibunda raja dan Hang-ah tanpa bukti yang kuat maka pada akhirnya keluarga kerajaan yang dipermalukan dan dihancurkan.
Ia berkata Jae-ha tidak boleh membiarkan dirinya digiring oleh keinginan Klub M. Jae-ha menghela nafas panjang. Ia memberi waktu 10 menit lagi untuk menghubungi Klub M. Shi-kyeong mengangguk dan menjalankan perintah dari Jae-ha.


Sekretaris Eun telah diberitahu melalui sms oleh Shi-kyeong mengenai penculikan Ibunda raja dan Hang-ah. Saat ia merenung, ponselnya berdering. Dari nomor yang tak dikenal.
Ia mengangkatnya namun tak ada suara. Jae-ha yang meneleponnya. Jae-ha hendak menutup teleponnya tapi terdengar suara Sekretaris Eun bertanya apakah itu Jae-ha. Jae-ha tak menjawab tapi ia mendengarkan perkataan Sekretaris Eun.
Sekretaris Eun berkata ia sudah tahu apa yang terjadi dan walaupun sekarang ia tidak boleh memberikan nasihat, ia akan mengatakannya. Ia minta maaf jika ada perkataannya yang tak berkenan.
“Yang Mulia, tolong pergunakan semua diplomat luar negeri. Yang Mulia tahu ini perbuatan Klub M, bukan? Walau Kim Bong-gu menjadi pendana negara-negara ini tapi kali ini Kim Bong-gu terlalu angkuh. Amerika dan Cina juga pasti merasa tidak senang. Tolong gunakan celah ini untuk mengancam Kim Bong-gu. Walau ia cukup berkuasa tapi ia hanyalah sebuah kelompok, tidak bisa melebihi status sebuah negara. Jadi mereka juga akan ditekan oleh pihak Amerika dan Cina. Juga, dengan pasukan khusus kita, mereka tidak akan bisa berlalu begitu saja. Tolong tetaplah bersikap tenang dan tidak bertindak gegabah, Yang Mulia.”
Walau tak menjawab apapun, Jae-ha mengangguk dan terlihat lebih tenang. Ia mengangkat telepon dan memanggil seluruh diplomat luar negeri untuk bertemu dengannya.


Jae-ha pergi ke Cina untuk menemui Bong-gu. Bong-gu memberi hormat dan menyapa Jae-ha. Ia dengar Jae-ha berkali-kali mencarinya. Ia meminta maaf karena terlalu sibuk belakangan ini hingga ia tak memiliki waktu untuk berbicara dengan Jae-ha.
“Apa yang kauinginkan?” tanya Jae-ha. Asalkan kau bisa melepas mereka dengan selamat, maka aku…”
“Tunggu, apa maksud Yang Mulia?” tanya Bong-gu pura-pura terkejut.
“Aku tahu tujuanmu bukan uang. Walau keluarga kerajaan kami mengosongkan kekayaan kami, tidak akan sebanding dengan pendapatan yang kau peroleh dalam setahun.”
“Bukan, Yang Mulia. Sebenarnya apa yang kaubicarakan? Kau seharusnya memberiku sedikit penjelasan. Ini tidak masuk akal. Apa Yang Mulia membutuhkan uang? Apa ingin kupinjami?” tanya Bong-gu dengan wajah polos.
Jae-ha mulai kehilangan kesabaran. “Bukankah kau menahan mereka? Hang-ah dan ibuku.”
“Mereka hilang? Bagaimana bisa? Aigooo… apa Yang Mulia ingin aku ikut mencari mereka?”


“Kau hanya perlu melepas mereka dengan selamat. Maka kau…”
“Sekarang aku mengerti. Yang Mulia pikir kami yang menculik mereka. Benar-benar bukan kami. Tentu saja, setelah pembicaraan yang lalu Yang Mulia mungkin memiliki kesalahpahaman. Baiklah, anggap saja kami yang melakukannya agar Yang Mulia lebih tenang,” kata Bong-gu, ia benar-benar mempermainkan Jae-ha.
“Kim Bong-gu-sshi.”
“Tapi…jika aku yang menculik mereka, apa yang mungkin kuinginkan? Pemutusan pertunangan? Hanya itu? Jika aku menahan keduanya, ah ini hanya seandainya…seandainya. Menahan keduanya sudah cukup sulit, apakah aku akan melakukannya hanya untuk memisahkan sepasang bebek yang malang? Hal itu tidak akan sesuai dengan karakterku, bukan?”

“Apa ya yang lebih baik? Turun tahta? Melepaskan semuanya. Turun dari kedudukan Raja. Bagaimana?Tunggu, jika seperti itu bukankah akan ada kesulitan untuk mencari pewaris tahta? Puteri Jae-shin sedikit…ah, benar, ada pamanmu. Walau ia pikun tapi tidak ada masalah untuk menutupinya.”
Jae-ha tertegun. Bong-gu berkata wajar saja jika Jae-ha merasa cemas. Pemerintah pasti akan mengobrak-abrik keluarga kerajaan. Tapi, bukankah politik bukan tipe Jae-ha.
“Politi itu sangat kotor, kau tahu? Jadi lepaskan saja semuanya. Semuanya. Lalu kau bisa hidup damai bersama keluargamu di pulau kecil di Asia Pasiifik. Kim Hang-ah juga bisa berpergian bersamamu dan kalian menjalani hidup bahagia. Aku akan mengatur semuanya untukmu. Selain itu bagaimana lagi? Keluargamu dan orang-orang yang kaucintai akan segera mati. Tidak akan ada lagi yang mencintaimu. Negara? Serahkan saja pada yang lain.”
Bong-gu melihat jamnya dan berkata ia sedikit sibuk. Ia membungkuk dan pergi meninggalkan Jae-ha. Jae-ha membungkuk lemas setelah Bong-gu pergi. Bong-gu sempat berpapasan dengan Shi-kyeong saat ia berjalan keluar. Bong-gu tersenyum kecil.
Shi-kyeong cemas melihat Jae-ha yang terus berdiam diri sepanjang perjalanan pulang. Ia bertanya apa yang dibicarakan Jae-ha dengan Bong-gu tapi Jae-ha diam seribu bahasa.
Sekembalinya ke istana, Jae-ha mencuci wajahnya. Saat ia keluar dari kamar mandi, ia melihat Hang-ah duduk di kursi dekat tempat tidurnya. Hang-ah tersenyum sedih dan bangkit berdiri. Jae-ha terkejut, bertanya mengapa Hang-ah bisa ada di sini.


“Giatlah berlatih,” kata Hang-ah.
“Ada apa denganmu? Sebenarnya ada apa?”
“Tak peduli betapa sedihnya dirimu, itu hanya sesaat. Suatu hari semuanya akan berlalu.” Hang-ah menggenggam tangan Jae-ha.


“Ibu… Hang-ah!!” teriaknya. Jae-ha terbangun. Semua itu hanya mimpi. Shi-kyeong masuk dan bertanya apakah Jae-ha tidak apa-apa.
DI layar TV, terlihat Bon-Bon sedang bermain-main dengan senjata tajam untuk menakut-nakuti Ibunda Raja. Bon Bon mengambil gunting seakan-akan hendak menggunting rambut Ibunda Raja. Hang-ah sangat khawatir.
“Saat ini Raja sedang bimbang dengan penawaran kami. Mengapa sebagai tunangannya, kau tidak coba membujuknya? Seperti yang kau lihat, penata rambut kami tidak terlalu mahir. Dia mungkin melukai tanpa tujuan.”
“Bagaimana jika ia melakukannya” tanya Jae-ha, “Dia tak bisa diperkirakan. Pembunuhan kakak, penangkapanku di Uara, tidak ada seorangpun yang pernah terpikir akan terjadi.”
“Karena itu, Yang Mulia…”
“Ibuku dan Hang-ah…Jika mereka benar-benar terbunuh, apa yang akan kulakukan?” Jae-ha mulai menangis. “Aku… tidak sekuat itu. Aku hanya menggunakan keangkuhanku untuk bertahan. Aku tak bisa bertahan lagi.”
Shi-kyeong menatap Jae-ha dengn sedih. Jae-ha minta maaf, ia juga ingin hidup dengan tenang.
Hang-ah tak tahan lagi. Ia berkata ia akan melakukannya. Ia akan membujuk Jae-ha. Bon Bon diperintahkan untuk menghentikan aksinya.
Saat ia berbalik menghadap Sekretaris Bong-gu, ia kembali memperlihatkan wajah polos. Ia berkata bukankah hasilnya akan lebih baik jika ia membujuknya secara langsung.

Comments
Post a Comment
silahkan komentar disini, dan gunakan bahasa yang baik dan benar, dan juga saya beritahukan blog ini DOFOLLOW.